MAKASSAR – Pagi itu, salah satu dermaga kecil di Pantai Losari tampak lebih ramai dari biasanya. Perwakilan pemerintah, akademisi, perusahaan perikanan, media, hingga aparat keamanan bersiap menaiki speedboat menuju Pulau Bonetambu, Kota Makassar.
Mereka menghadiri undangan masyarakat untuk menyaksikan penetapan sistem pengelolaan perikanan gurita, Kamis 11 September 2025.
Perjalanan sekitar 30 menit ditempuh menuju pulau. Setibanya di Bonetambu, puluhan warga telah menunggu. Kursi tersusun rapi dan spanduk biru bertuliskan “Penetapan Tata Kelola Sistem Buka Tutup Pulau Bonetambu Kota Makassar” terpasang sebagai latar kegiatan.
Acara dibuka dengan sambutan perwakilan Yayasan Konservasi Laut (YKL) Indonesia dan tokoh masyarakat setempat. Selanjutnya dilakukan diskusi mengenai tata kelola perikanan gurita yang akan diterapkan.

Penutupan Sementara 71,44 Hektar
Masyarakat Pulau Bonetambu resmi menetapkan Sistem Buka Tutup Penangkapan Gurita seluas 71,44 hektare, berlaku 11 September–11 Desember 2025. Kesepakatan ini lahir dari masyarakat yang didampingi YKL Indonesia bersama Burung Indonesia serta dukungan berbagai pihak lintas sektor.
Langkah ini melanjutkan hasil positif dari program PROTEKSI GAMA sejak 2021 di Pulau Langkai dan Lanjukang. Program tersebut menurunkan praktik destructive fishing, memperbaiki kondisi terumbu karang, mendorong pemulihan spesies terancam, serta meningkatkan pendapatan nelayan hingga 56,6 persen berkat ukuran gurita yang lebih besar dan bernilai lebih tinggi.
“Sistem ini bukan hanya soal konservasi, tetapi juga memastikan tata kelola nelayan lokal terjaga. Dengan memberi waktu gurita tumbuh, ekosistem pulih, dan nelayan mendapatkan hasil yang lebih baik. Bonetambu diharapkan menjadi contoh baru setelah Langkai dan Lanjukang,” jelas
Muhammad Fauzi Rafiq, Koordinator Pemberdayaan dan Advokasi YKL Indonesia.
Alief Fachrul Raazy, Program Manager YKL Indonesia, menambahkan pentingnya kolaborasi. “Resiliensi pesisir tidak lahir dari satu pihak. Semua harus bekerja bersama dalam posisi setara. Hanya dengan kolaborasi kita bisa menjaga laut sebagai ruang hidup yang adil dan berkelanjutan,” ujarnya.

Pengawasan dan Dukungan Lintas Sektor
Camat Kepulauan Sangkarrang, Andi Asdhar, menyebut kesepakatan ini sebagai langkah memperbaiki kondisi laut. “Masih ada yang melakukan pemboman ikan. Sistem buka tutup ini memberi harapan agar laut pulih dan nelayan kecil bisa lebih sejahtera. Kami berharap program ini berjalan berkelanjutan, bukan hanya sesaat,” katanya.
Achmad Saenal, Kepala Seksi Pengawasan CDK Mamminasata DKP Sulsel menegaskan “Kami terbantu dengan kehadiran YKL yang mencurahkan perhatian untuk nelayan. Tantangan terbesar ada di pengawasan. Jika masyarakat melihat manfaat sistem ini, mereka sendiri yang akan menjaga. Itulah kunci keberhasilan,” ucapnya.
Dari Ditpolair Polda Sulsel, Abustan menyampaikan dukungan penuh. “Kami siap melakukan pengawasan di sekitar perairan Bonetambu agar aturan berjalan efektif dan nelayan terlindungi,” singkatnya.

Dukungan Pelaku Usaha
Pelaku usaha memberikan apresiasi. Agus Saputra, Factory Manager PT. Kencana Bintang Terang (KBT), melihat peluang besar dari kolaborasi ini. “Dengan buka tutup, kualitas hasil tangkapan lebih baik dan rantai pasar bisa lebih pendek. Artinya, nilai tambah langsung dirasakan nelayan, bukan hanya perantara. Kami siap memperkuat kerja sama agar kesejahteraan nelayan meningkat,” ujarnya.
Kalma, Factory Manager PT. Prima Bahari Inti Lestari, menambahkan “Buka tutup membuat gurita lebih berkualitas dan sesuai standar ekspor. Nelayanlah yang akan merasakan langsung manfaatnya. Kami berharap sistem ini terus berlanjut di pulau-pulau lain,” jelasnya.

Harapan Masyarakat Pulau
Tokoh masyarakat Bonetambu, Haji Gassing, menekankan aspek keberlanjutan. “Kami sudah lama menjaga karang di Bonetambu. Dengan kesepakatan ini, pengawasan jadi lebih teratur dan melibatkan semua pihak,” ujarnya.
Dari kelompok perempuan, Suriyati menyampaikan. “Harga gurita semoga semakin membaik, tapi kami berharap ada dukungan tambahan seperti peralatan tangkap agar hasil lebih maksimal,” ungkapnya.
Kesepakatan bersama dibacakan oleh Muh. Idrus, perwakilan nelayan sekaligus tokoh masyarakat. Isi kesepakatan menegaskan penutupan wilayah tangkap selama tiga bulan, pemasangan tanda batas berupa pelampung dan bendera, serta pengawasan bersama. Nelayan juga sepakat memberikan sanksi sosial bagi pelanggar aturan dan memperbaiki kerusakan jika ada penanda hilang atau dirusak.
Setelah pembacaan, warga menandatangani dokumen kesepakatan dan peta wilayah yang ditutup. Para pihak yang hadir kemudian ikut menandatangani sebagai bentuk dukungan.

Tokoh agama memimpin doa sebelum masyarakat bersama para pihak memasang penanda di wilayah yang ditutup sementara. Seluruh peserta mengikuti doa dengan harapan kegiatan ini berjalan sukses dan memberikan manfaat bagi nelayan.
Penetapan ini dihadiri DKP Sulsel, BPSPL Makassar, Lurah Barrang Caddi, penyuluh perikanan, Bhabinkamtibmas, Babinsa, akademisi ITBM Balik Diwa, serta jurnalis Mongabay Indonesia.
Dengan adanya kesepakatan ini, Pulau Bonetambu menambah daftar wilayah di Kepulauan Spermonde yang menerapkan pengelolaan sumber daya laut berbasis masyarakat.
YKL Indonesia memastikan pendampingan akan berlanjut dalam penguatan tata kelola, peningkatan kapasitas, dan sinergi lintas pihak untuk menjaga keberlanjutan pemanfaatan gurita serta perlindungan ekosistem laut.

Dokumentasi Kegiatan
